SP2HP Polres Dumai Kuatkan Dugaan Tindak Pidana PT SIL dan PT IBP

Administrator Administrator
SP2HP Polres Dumai Kuatkan Dugaan Tindak Pidana PT SIL dan PT IBP
Ismunandar, Ketua FAP Tekal Dumai
Kasus dugaan tindak pidana pemalsuan tandatangan dan penipuan yang dilakukan PT Srikandi Inti Lestari (SIL) serta PT Inti Benua Perkasa (IBP) memasuki babak baru setelah pihak kepolisian menerbitkan Surat Pemberitahuan dan Perkembangan Hasil Penyelidikan Nomor: SPH2HP/534.A/II/RES.1.24/2025/Reskrim. Pengaduan masyarakat (Dumas) yang sebelumnya disampaikan Forum Aksi Peduli (FAP) Tenaga Kerja Lokal (Tekal) Dumai bisa dinaikkan statusnya menjadi Laporan Polisi. Surat SPH2P tertanggal 22 Februari 2025 tersebut ditandatangani Kasatreskrim Polres Dumai, AKP Kris Topel, S.Tr.K, S.I.K.

KETUA FAP Tekal Dumai, Ismunandar tak mampu menyembunyikan kebahagiaan setelah perjuangan yang dilakukannya untuk membela nasib tenaga kerja tidak berujung sia-sia. Apalagi berdasarkan Surat Pemberitahuan dan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterimanya, pihak kepolisian menyatakan kasus tersebut bisa dinaikkan menjadi Laporan Polisi.

" Berdasarkan perkembangan hasil penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan pihak kepolisian, pengaduan FAP Tekal terkait dugaan tindak pidana pemalsuan tanda tangan dan penipuan oleh PT SIL yang merupakan perusahaan alih daya PT IBP bisa dinaikkan ke Laporan Polisi," ujar Ismunandar kepada Kupas Media Grup, Sabtu (22/02/25) sore tadi.

Disampaikan Ketua FAP Tekal Dumai yang akrab disapa Ngah Nandar ini, pihaknya akan sesegera mungkin membuat Laporan Polisi ke Polres Dumai.

" Rencananya kita akan buat Laporan Polisi hari Senin tanggal 24 Februari 2025 lusa. Dengan terbitnya SP2HP, dan naiknya status Dumas menjadi LP, makin menguatkan keyakinan kami adanya unsur pidana dalam kasus dugaan pemalsuan serta penipuan yang bertujuan untuk menghilangkan hak para pekerja tersebut," papar Ngah Nandar.

Selain PT SIL, ditegaskan Ngah Nandar pihak PT IBP juga tidak bisa lepas tangan dalam kasus penghilangan hak pekerja. Apalagi dari penelusuran yang dilakukan, PT IBP selaku pemberi kerja ternyata tidak mengalokasikan dana kompensasi bagi pekerja.

FAP Tekal Minta Polisi Periksa PT IBP

Belum lama ini, Forum Aksi Peduli (FAP) Tenaga Kerja Lokal (Tekal) meminta pihak kepolisian memanggil PT Inti Benua Perkasa (IBP) terkait dana kompensasi yang menjadi hak pekerja sebagaimana diatur dalam pasal 15 PP 35 Tahun 2021. Hak kompensasi itu menjadi salah satu poin tuntutan dalam aksi demo yang berakhir dengan mediasi, Kamis (13/02/25) lalu.

Dari mediasi yang dilakukan justru menemukan fakta baru bahwa dana kompensasi ternyata memang tidak dialokasikan PT IBP kepada PT SIL.

" Ternyata PT IBP selaku pemberi pekerjaan kepada PT SIL tidak mengalokasikan dana kompensasi untuk pekerja PKWT di PT SIL. Kita minta Polres Dumai untuk memanggil PT IBP yang telah mengabaikan hak-hak pekerja," tegas Ketua FAP Tekal Dumai, Ismunandar.

Lebih lanjut disampaikannya, kasus dana kompensasi pekerja PT SIL tersebut sebelumnya juga sudah masuk ke ranah hukum. Pasalnya ada indikasi pemalsuan tandatangan pekerja yang bertujuan untuk menghilangkan hak-hak mereka.

Kawal Kasus Pemalsuan dan Penipuan

Forum Aksi Peduli (FAP) Tenaga Kerja Lokal (Tekal) Kota Dumai terus mengawal kasus pemalsuan tanda tangan pekerja PT Srikandi Inti Lestari (SIL) perusahaan Subcon PT Inti Benua Perkasa (IBP) yang bisa mengarah pada kasus penggelapan hak kompensasi pekerja senilai Rp15,2 Milyar.

Dikatakan Ismunandar, perjuangan hak kompensasi pekerja itu telah dilakukan sejak jauh hari. Pada 8 Agustus 2024 lalu, FAP Tekal telah menyurati Disnaker Dumai untuk melakukan audiensi dengan menghadirkan pihak PT IBP serta PT SIL terkait ketaatan hukum perusahaan dalam membayar uang kompensasi yang menjadi hak tenaga kerja.

" Berdasarkan hasil audiensi, pihak Disnaker Dumai menyurati Disnaker Riau agar melakukan pemeriksaan terhadap PT IBP dan PT SIL terkait pembayaran hak kompensasi tenaga kerja kontrak," jelas Ketua FAP Tekal yang akrab disapa dengan panggilan Ngah Nandar ini.

Lebih lanjut disampaikan Ngah Nandar, pada bulan November 2024, FAP Tekal menerima surat dari Wasnaker Provinsi Riau yang menyampaikan tenaga kerja sudah memandatangani Perjanjian Bersama (PB) dengan pihak perusahaan dan aktanya sudah diterbitkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Hanya saja saat hal itu ditanyakan kepada para tenaga kerja, ditegaskan Ngah Nandar mereka mengaku tidak pernah menandatangani PB tersebut.

" Saat kita panggil, mereka (pekerja) mengaku tidak pernah menandatangani PB dan tidak pernah membubuhkan stempel jari," sebut Ngah Nandar.

Melihat ada indikasi tindak pidana pemalsuan tandatangan dengan tujuan menghilangkan hak kompensasi pekerja, FAP Tekal kemudian melaporkan kasus itu ke Mapolres Dumai dalam bentuk Dumas.

" Kita melihat ada niat jahat dibalik pemalsuan tanda tangan pekerja untuk menghilangkan hak kompensasi yang semestinya mereka terima dari perusahaan," ujar Ngah Nandar.

Lebih lanjut disampaikan Ngah Nandar, PB yang dibuat pihak perusahaan dengan tujuan menghilangkan hak pekerja itu bagian dari intimidasi dan kejahatan. Dan secara aturan, PB itu juga tidak bisa menghilangkan hak kompensasi pekerja.

" Ada 7 pekerja yang sudah melaporkan ke kita. Laporan kita masih bergulir di Mapolres Dumai dan kita masih menunggu tindaklanjutnya. Kabarnya dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara," ungkap Ngah Nandar.

Sedangkan pihak terlapor, sebagaimana disampaikan Ngah Nandar sebanyak 2 orang dari PT SIL.

" Masing-masing berinisial Sg dan Rn, dengan posisi HRD dan Manager PT SIL. Dalam pengembangan nantinya pasti ada keterlibatan nama lainnya dalam kasus pemalsuan tandatangan itu," tegas Ngah Nandar.

Terkait keterlibatan PT IBP, disampaikan Ngah Nandar yakni selaku pemberi kerja kepada PT SIL, pihak PT IBP tidak bisa lepas tangan. Sejauh ini belum bisa dipastikan apakah hak kompensasi sudah dianggarkan atau belum dalam kontrak PT IBP dengan PT SIL.

" Jika hak kompensasi itu tidak dicantumkan dalam kontrak kerja PT IBP dan PT SIL, maka PT IBP selaku pemberi kerja ke PT SIL wajib membayarkan hak kompensasi itu. Sebaliknya, jika hak kompensasi ternyata sudah dianggarkan PT IBP dalam kontrak , maka patut diduga PT SIL telah melakukan penggelapan hak kompensasi tenaga kerja," papar Ngah Nandar.

Disampaikan Ngah Nandar, pihaknya merasa berkewajiban memperjuangkan hak kompensasi para pekerja. Apalagi diduga ada kesengajaan pihak perusahaan untuk menghilangkan hak kompensasi dengan menghalalkan segala cara. Salah satunya melalui pemalsuan tanda tangan pekerja pada PB yang aktanya diterbitkan oleh PHI Pengadilan Negeri Dumai.

" Sesuai data yang kita dapatkan dari Disnaker Kota Dumai, ada seribuan pekerja berstatus PKWT di PT SIL. Dengan asumsi upah 3,8 juta rupiah perorang, berarti hak kompensasi yang harus disiapkan perusahaan sebesar 3,8 miliar rupiah setiap tahunnya. Sejak aturan diberlakukan pada tahun 2021, ini sudah masuk tahun ke empat atau artinya sebanyak 15,2 milyar rupiah hak kompensasi pekerja yang tak jelas rimbanya," papar Ngah Nandar.

Hak kompensasi itu sendiri ditegaskan Ngah Nandar wajib diberikan perusahaan saat kontrak pekerja berakhir.

" Begitu berakhir kontrak hak kompensasi wajib diberikan kendati setelah itu mereka dipekerjakan kembali melalui kontrak yang baru.

Hak kompensasi dijelaskan Ngah Nandar diatur pada pasal 15 PP 35 Tahun 2021 yang menegaskan setiap perusahaan wajib membayar kompensasi bagi pekerja yang berstatus PKWT dengan nilai 1 bulan upah untuk setahun kerja.

" Mereka sudah ada yang bekerja 4 hingga 5 tahun dengan rata-rata upah Rp3,8 juta/bulannya," ujarnya.(***)
Penulis
: Faisal Sikumbang

Tag:
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers kupasberita.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online www.kupasberita.com Hubungi kami: redaksi@kupasberita.com
Berita Terkait
Komentar
Berita Terkini
google-site-verification: google0644c8c3f5983d55.html