Nasib Caleg Partai Gerindra terpilih dari Dapil Dumai Barat-Sungai Sembilan, Syaifulloh ibarat diujung tanduk. Dirinya terancam tidak dilantik menjadi anggota DPRD Dumai masa bhakti 2024-2029 karena terbukti melakukan money politik.
MAJELIS Hakim di Pengadilan Negeri Dumai dikutip dari dumaposnews.com memutuskan Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra dari Daerah Pemilihan Kecamatan Dumai Barat dan Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai berinisial SY terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 523 ayat (2) Jo Pasal 278 ayat (2) Undang-Undang RI nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan divonis 8 (delapan) bulan penjara serta denda Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mampu membayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan penjara.
Putusan Majelis Hakim tidak beda jauh dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Dumai yang sebelumnya menuntut terdakwa SY dengan pidana penjara selama 1 Tahun dan denda sebesar Rp30.000.000.
Terdakwa Sy melalui pesan suara atau voice note dengan durasi selama 2 menit 26 detik dalam suatu grup WA pada tanggal 13 Februari 2024 menjanjikan uang sebesar Rp200.000 kepada pemilih untuk mencoblos Caleg Partai Gerindra nomor urut 5 daerah pemilihan Kecamatan Dumai Barat dan Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai.
Menyikapi putusan hakim, baik terdakwa maupun JPU menyatakan untuk pikir-pikir. Undang-undang memberikan waktu selama 3 (tiga) hari kerja.
" Kita pikir-pikir dulu,” ujar Kasi Intelijen Abu Nawas.
Pada sisi lain, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Bidang Hukum, Ida Budhiati menegaskan Caleg yang kedapatan terlibat praktik politik uang ataumoney politics, tak akan dilantik meski perolehan suaranya memenuhi syarat. Namun, hal tersebut harus berdasarkan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
" Jika memang ada rekomendasi dari Bawaslu, tentu mempengaruhi status yang bersangkutan kalau benar terbukti," kata Ida di kutip dari liputan6.com, Senin (06/05/24).
Selain itu, Ida menambahkan harus ada kekuatan hukum tetap terkait kasus politik uang yang dilakukan para caleg tersebut, terutama sebelum KPU menjatuhkan keputusannya.
" Kalau sudah terbukti dan berkekuatan hukum tetap, bisa tidak jadi dilantik si calon itu. Meskipun perolehan suaranya mencukupi untuk dilantik sebagai anggota Dewan," tegas Ida.
Larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523UU No. 7 Tahun 2017tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menegaskan Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
Sementara untuk sanksi pidana politik uang dibedakan tiga kelompok. Pasal 523 ayat 1 menyebutkan setiap pelaksana, peserta, dan atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Kemudian Pasal 523 ayat 2 mengatur terhadap setiap pelaksana, peserta, dan atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung disanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Sedangkan Pasal 523 ayat 3 menyebutkan Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Sementara Syaifulloh saat dihubungi, Selasa (07/05/24) pagi belum berhasil dikonfirmasi karena tidak menjawab panggilan masuk di telpon selulernya. Pertanyaan yang diajukan melalui pesan aplikasi WA juga belum ada tanggapan.
Pada sisi lain, Ketua DPC Gerindra Kota Dumai, H Johannes MP Tetelepta, SH, MM saat dihubungi enggan berkomentar banyak.
" Kita menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Untuk sementara begitu saja dulu ya," ujarnya melalui pesan WA.(**)
Penulis
: Faisal Sikumbang